UNDER MAINTENANCE!

SEKILAS SEJARAH IJTI

 A. AWAL PENDIRIAN

25 April 1998 Berawal dari pembicaraan beberapa reporter Indosiar dan SCTV, yang sedang mengadakan peliputan di Pulau Panjang Kepulauan Seribu, maka disepakati ide pembentukan Organisasi Jurnalis Televisi , yang bisa menjadi wadah pemberdayaan dan peningkatan profesi para jurnalis televisi. Pertemuan ini melahirkan gagasan pembentukan organisasi jurnalis televisi swasta dan pemerintah.

30 Mei 1998 Pembentukan organisasi itu pada akhirnya direalisasikan dengan pertemuan informal di Pasar Festifal Kuningan Jakarta Selatan, yang dihadiri sejumlah reporter dan kameramen televisi dari ANTV, Indosiar, SCTV dan RCTI. Pertemuan ini membicarakan berbagai masalah yang dihadapi para pengemban profesi ini. Baik disebabkan belum adanya kode etik, maupun berbagai tekanan-tekanan yang membatasi tugas profesi. Disepakati pembentukan forum Komunikasi Jurnalis Televisi, yang diharapkan menjadi sarana berkumpul dan membicarakan berbagai masalah yang kerap dihadapi para pengemban profesi ini.

06 Juni 1998 Melanjutkan pembicaraan di pasar Festival Kuningan Jakarta selatan , maka para jurnalis Televisi yang menghadiri pertemuan di Caf  Venesia.TIM Jakarta akhirnya mendeklarasikan pembentukan Forum Komunikasi Jurnalis Televisi. Dengan tujuan utama sebagai wadah pemberdayaan dan peningkatan profesionalisme para jurnalis Televisi.

30 Juni 1998 Berangkat dari pemikiran bersama itulah maka, diadakan pertemuan antara para pemimpin redaksi dan anggota forum di ANTV, gedung Sentra Mulia Lt-18 Kuningan Jakarta. Disinilah gagasan pembentukan organisasi wartawan televisi itu dimatangkan, karena ternyata para pimpinan di bagian pemberitaan jauh-jauh hari juga memikirkan hal yang sama , terutama setelah lengsernya presiden Soeharto 22 Mei 1998 yakni perlunya organisasi wartawan televisi. Pimpinan Redaksi ANTV selaku tuan rumah pertemuan menyatakan, yang dibutuhkan sekarang adalah organisasi yang memiliki kekuatan menegakkan etika jurnalistik, dan melindungi anggotanya, bukan sekedar forum komunikasi.

Dari pertemuan tersebut kemudian dibentuk panitia persiapan pembentukan organisasi, yang didalamnya terdiri dari kelompok kerja yakni :

Pokja AD / ART : Ruslan Abdul Ghani (Ketua) Pokja Kode Etik : Sumita Tobing (Ketua) Pokja Persiapan Kongres : Herling Tumbel (Ketua) Redaksi ANTV disepakati sebagai sekretariat panitia

03 Juli 1998 Hasil dari Kelompok Kerja yakni membentuk Panitia Persiapan Kongres yakni :

Panitia Pengarah Ketua : Dedy Pristiwanto ( Indosiar ) Wakil Ketua : Sumita Tobing ( SCTV ) Anggota : H. Azkarmin Zaini ( ANTV )

Yasirwan Uyun ( TVRI )
Faizar Noor ( TPI )
Crys Kelana ( RCTI )

Panitia Pelaksana Ketua Presidium : Haris Jauhari ( TPI ) Anggota Presidium : Iskandar Siahaan (SCTV )

Adman Nursal ( ANTV )
Nugroho F. Yodho ( Indosiar )
Teguh Juwarno (RCTI )

Selain mempersiapkan Kongres, panitia juga diberi mandat untuk menyelenggarakan seminar dengan topik “Peran Politik Jurnalisme Televisi” pada tanggal 7 Agustus 1998, di Hotel Menara Peninsulla dan Kongres I tanggal 8 dan 9 Agustus 1998 ditempat yang sama.

Persiapan Kongres Dalam mempersiapkan Kongres pertama, kepanitiaan dibentuk dengan melibatkan sebanyak mungkin pihak , bukan saja dari reporter, kameramen dan video editor tetapi juga pihak pimpinan dan menejemen televisi. Ini dilakukan dengan pertimbangan, pimpinan atau manajemen televisi, akan menjadi mitra bagi organisasi Jurnalis Televisi. Stasiun Televisi sebagai industri, merupakan pihak yang juga berkepentingan dengan hadirnya wadah ini, baik dalam memperjuangkan kehidupan pers yang kondusif, berkembangnya industri pers serta peningkatan professionalisme profesi Jurnalis Televisi.

Kongres I Kongres Pertama Jurnalis Televisi Indonesia diadakan di Hotel Menara Peninsulla tanggal 8-9 Agustus 1998, diikuti tidak kurang dari 300 peserta dari jurnalis TVRI, RCTI, SCTV, TPI, Indosiar dan ANTV. Inilah Kongres yang berlangsung semarak diawal gerakan reformasi. Gerakan reformasi itu pula yang mempermudah insan jurnalis televisi untuk berhimpun dengan semangat kebersamaan memperjuangkan kebebasan pers dengan menjunjung tinggi kejujuran, keadilan serta professionalisme dalam menegakkan demokrasi.

Berbagai keputusan yang dihasilkan adalah Deklarasi pembentukan organisasi yang mengambil nama Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia disingkat IJTI. Kongres juga menetapkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, Program Kerja dan Kode Etik Jurnalis Televisi Indonesia serta menetapkan saudara Haris Jauhari sebagai Ketua Umum terpilih sekaligus ketua Formatur dan anggota Formatur adalah Reva Deddy Utama, Zihni Rifai, Nugroho F. Yudho dan Iskandar Siahaan.

Rapat Formatur akhirnya menetapkan susunan Dewan Pengurus sebagai berikut :

Ketua Umum : Haris Jauhari (TPI) Sekretaris Jenderal : Ahmad Zihni Rifai (RCTI) Wakil Sekjend : Nugroho F.Yudho (Indosiar) Bendahara : Kukuh Sanyoto ( RCTI) Ketua Bidang Organisasi : Reva Deddy Utama (ANTV) Ketua Bidang Diklat dan Litbang : Iskandar Siahaan (SCTV) Ketua Bidang Kesejahteraan dan Advokasi : Despen Omposunggu (Indosiar) Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri : Usy Karundeng (TVRI)

Pengurus juga memberikan mandat antara lain kepada Azkarmin Zaini (ANTV), Deddy Pristiwanto (Indosiar), Yasirwan Uyun (TVRI), Sumita Tobing (SCTV), sebagai anggota Dewan Kehormatan IJTI, yang bertugas mengawasi pelaksanaan Kode Etik IJTI. Dalam perjalananya, karena Ahmad Zihni Rifai tidak aktif lagi sebagai jurnalis, maka kedudukanya digantikan oleh Nugroho F.Yudho sebagai Sekjend dan Teguh Juwarno sebagai Wakil Sekjend. Sementara Despen Omposunggu karena tidak aktif juga kedudukanya sebagai Ketua Bidang Advokasi dan Kesejahteraan digantikan oleh Herling Tumbel. Kukuh Sanyoto sebagai Bendahara juga karena tidak aktif lagi sebagai jurnalis dan tidak mampu menjalankan tugasnya sebagai pengurus, maka kedudukanya diganti Immas Sunarnya (TVRI)

B. PENATAAN ORGANISASI

Kongres memang telah berakhir, namun Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga yang diputuskan dalam Kongres ternyata masih banyak ketimpangan dan tidak sinkron, sehingga untuk melancarkan tugas-tugas Dewan Pengurus, diadakan pengkajian ulang oleh Pleno Pengurus IJTI secara mendalam dengan maksud menyempurnakanya. Pembahasan dilakukan diredaksi TPI, setelah Pengurus IJTI tersusun lengkap sampai ketingkat staf departemen.

Kesulitan pertama menjalankan organisasi ini adalah tidak adanya sekretariat yang mapan. Untuk itu dari sumbangan dermawan, maka terkumpulah dana untuk mengontrak kantor Sekretariat di Jalan Danau Poso D-1 Nomor 18 Benhil Jakarta Pusat. Disinilah kegiatan IJTI dilakukan, sekitar empat bulan setelah Kongres. Sebelum itu kegiatan berupa seminar tentang Pers dan Penyiaran dikendalikan oleh Pengurusnya dari markas dimana ia berkantor sebagai jurnalis.

Antusiasme Jurnalis dari berbagai Daerah meningkat dan terdapat desakan agar IJTI membentuk cabang di daerah. Namun karena terganjal perangkat organisasi (AD/ART) yang memang tidak mengamanatkan terbentuknya cabang IJTI di daerah, maka pengembangan organisasi itupun menjadi persoalan tersendiri. Namun berdasarkan rapat pengurus, ditetapkan pembentukan Kordinatoriat Daerah, dengan terlebih dahulu membuat aturan main organisasi yang dipercayakan pada Bidang Organisasi IJTI. Sejak itulah lahir pedoman Organisasi Korda yang berisi ketentuan organisasi IJTI di tingkat Daerah Propinsi, sebagai kepanjangan tangan IJTI pusat di Jakarta, khusus untuk membina keanggotaan dan melakukan tugas-tugas lain yang berkaitan dengan peningkatan profesi jurnalisme anggota.

C. PENGEMBANGAN ORGANISASI

Pada tahun 1999, secara resmi terbentuk 9 Korda. Mereka adalah kepanjangan tangan dari pengurus IJTI di daerah. Kesembilan Korda tersebut adalah :

1. Korda Jawa Barat di Bandung , dengan Ketuanya Ilmi Hatta. 2. Korda Jawa Tengah di Semarang, dengan Ketuanya Bambang Hengky. 3. Korda Jawa Timur di Surabaya, dengan Ketuanya Dheny Reksa. 4. Korda Sumatera Utara di Medan (meliputi Aceh dan Riau) dengan Ketuanya Bagi Astra Sitompul. 5. Korda Sumatera Selatan di Palembang, dengan Ketuanya Epran Mendayun. 6. Korda Kalimantan Selatan di Banjarmasin, dengan Ketuanya Beben Mahdian Noor. 7. Korda Sulawesi Selatan di makassar, dengan ketuanya Hussain Abdullah. 8. Korda Sulawesi Utara di Manado, dengan Ketuanya Fais Albar. 9. Korda Bali dan NTB di Denpasar, dengan Ketuanya Moh. Hafizni.

Beberapa kegiatan yang telah dilaksanakan antara lain pelatihan Jurnalisme Pemilu dan Sidang Umum MPR 1999 serta pelatihan Video Editor. Untuk Pelatihan jurnalisme Pemilu, pesertanya tidak hanya dari Jurnalisme televisi, tetapi juga dari radio dan media cetak.

Tuntutan pembentukan Korda nampaknya terus berdatangan dari insan jurnalis televisi di luar daerah tersebut. Apalagi jumlah anggota saat itu sudah tercatat 800 orang (tahun 2001 ini tercatat 1.105 orang). Tuntutan itu datang dari sejumlah jurnalis Televisi dari daerah Yokyakarta, Lampung dan Aceh, namun tuntutan itu belum terlaksana karena IJTI ingin melihat perkembangan Korda yang ada, dan setelah dievaluasi akan ditingkatkan statusnya menjadi cabang jika Kongres II IJTI mengamanatkanya.

Sejalan dengan pengembangan organisasi itu pula, untuk pertamakalinya pada tahun 1999 diadakan IJTI Award, yakni penghargaan tertinggi dari IJTI untuk insan Jurnalis televisi terhadap karya jurnalistik anggota IJTI dan Program Berita terbaik televisi. IJTI Award juga diberikan kepada mereka yang berjasa dibidang pertelevesian. IJTI Award untuk yang kedua kalinya diselenggarakan pada tahun 2000.

Sebagai organisasi yang baru menapak untuk bangkit mencari bentuk, sejumlah kegiatan baik yang berupa peningkatan profesi jurnalisme anggota maupun kesejahteraan advokasi, memang belum terasakan oleh seluruh anggota. Misalnya asuransi kecelakaan baru diperuntukkan bagi 200 anggota peliput Pemilu dan Sidang Umum, serta perlindungan wartawan baru melalui rompi berkop IJTI. Sementara pemberian advokasi bagi jurnalis yang terkena tindakan kekerasan baru sebatas mencari fakta dan sebatas mengadukan kepolisi dan pimpinan militer. Misalnya dalam kasus “Penonjokan” wartawan oleh Gubernur Jawa Timur, pemukulan kameramen RCTI M. Ali Raban oleh oknum TNI di Aceh, penganiyaan reporter ANTV Gunawan Kusmantoro oleh Oknum kader Golkar di Slipi Jakarta, pengeroyokan wartawan di Sijunjung Sumatera Barat, dan sejumlah kasus lain yang menyusul berikutnya.

Sementara terhadap perkembangan regulasi dibidang pers dan penyiaran, IJTI baru berpartisipasi sebagai penyumbang ide dan sikap dalam RUU Pers maupun RUU Penyiaran, yang intinya adalah jaminan kemerdekaan pers, perlindungan Wartawan dan mencegah agar masalah kinerja jurnalisme televisi tidak diatur oleh Undang-Undang melainkan dikembalikan kepada Kode Etik Jurnalistik. IJTI juga mendesak kepada perusaan pers agar pemberian kesejahteraan berdasarkan standar kompetensi minimum pekerja pers. Sayangnya standar kompetensi yang dimaksud selama ini baru sebuah gagasan yang belum terumuskan.

IJTI sebagai salah satu dari anggota 26 organisasi wartawan juga turut merumuskan Kode Etik Wartawan Indonesia tahun 1999. Tahun 2000, IJTI mempelopori terbentuknya Komisi Nasional Penyiaran (Komnas Penyiaran), serta pembentukan Kelompok Kerja yang mempunyai tugas mempersiapkan terbentuk dan berfungsinya Komnas Penyiaran. Pembentukan Komisi Nasional Penyiaran ini dideklarasikan usai Seminar dan Lokakarya “Menyoal Kebijakan Lembaga Penyiaran” di Hotel Santika pada tanggal 18 April 2000 dan ditandatangani oleh wakil-wakil dari 12 organisasi dan masyarakat penyiaran. Deklarasi ini lebih merupakan desakan agar pengelolaan frekuensi yang menjadi napas dari penyiaran dan merupakan ranah publik itu harus dikelola secara transparan oleh lembaga independen.

Persiapan Kongres II Kepengurusan IJTI periode 1998-2001 mestinya berakhir bulan Agustus 2001, tetapi karena banyak pengurus tidak aktif, lagi pula banyak kegiatan yang menyita perhatian publik khususnya dibidang politik dimana insan jurnalis harus menjalankan tugasnya (seperti Sidang Istimewa MPR), maka Kongres pun ditunda. Pengurus IJTI telah menunjuk Teguh Juwarno (Wakil Sekjen) sebagai Ketua Panitia Pengarah Kongres dan Syaeifurrahman Al-Banjary (Ketua Departeman Organisasi) dan Asroru Maula (Litbang) masing-masing sebagai Ketua dan Sekretaris Panitia Pelaksana, baru menjalankan tugasnya bulan September 2001. Kepanitiaan pun dilengkapi sambil jalan, dengan menyiapkan berbagai rancangan Kongres yang hendak diputuskan.

Pelaksanaan Kongres II Pada tanggal 26-27 Oktober 2001, Kongres II dilaksanakan di Hotel Santika Jakarta, didahului Seminar bertajuk “Mengkaji Ulang Posisi Pers dalam Konteks Kepentingan Nasional”. Dalam Kongres ini juga digelar debat Publik “Menyoal Kebijakan Pemerintah dalam Menjamin Kebebasan Pers dan Penyiaran” bersama Menteri Negara Informasi dan Komunikasi Syamsul Muarif. Inilah Kongres yang untuk pertama kali diikuti peserta dari utusan Korda, selain anggota dari Jakarta.

Kongres II yang dilaksanakan di Hotel Santika Jakarta tersebut pada akhirnya yang terpilih sebagai Ketua Umum/Formatur adalah : 1. Ray Wijaya : Ketua Umum/Formatur. 2. Syaefurrahman Al-Banjary : Anggota Formatur 3. Asroru Maula : Anggota Formatur 4. Elprisdad : Anggota Formatur 5. Tiur Maida Tampubolon : Anggota Formatur

Dan setelah melalui rapat formatur, ketua umum dan anggota formatur pada tanggal 2 November dan 19 November 2001 di Jakarta, pada akhirnya mengesahkan susunan Pengurus IJTI Periode 2001-2004 dibawah kepemimpinan saudara Ray Wijaya dan Saudara Syaifurrahman Al-Banjary, masing-masing sebagai Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal dengan susunan pengurus sebagaimana berikut:

1. Ketua Umum : Ray Wijaya (RCTI) 2. Sekretaris Jenderal : Syaefurrahman Al-Banjary (ANTV) 3. Wakil Sekretaris Jenderal : Ahmad Setiono (RCTI) 4. Bendahara : Tiurmaida Tampubolon (TPI) 5. Wakil Bendahara : Shanta Curanggana (TRANS TV) 6. Ketua Bidang Organisasi : Eric Tamalagi (TPI) 7. Ketua Bidang Advokasi & Kesejahteraan : Elprisdad (ANTV) 8. Ketua Bidang Diklat dan Litbang : Asroru Maula 9.Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri : Rizal Yussac (TV 7)